Warna dari zat-zat kimia adalah sifat fisika dari zat-zat kimia yang dalam banyak kasus berasal dari eksitasi elektron karena penyerapan energi yang dilakukan oleh zat kimia tersebut. Apa itu terlihat oleh mata bukan terserap oleh warna, tetapi warna komplementer dari penghapusan pajang gelombang yang terserap.
Studi struktur kimia atas bantuan penyerapan dan pelepasan energi umumnya dikenal sebagai spektroskopi.
Teori
Semua atom dan molekul mampu menyerap
dan melepaskan energi dalam bentuk foton,
yang diiringi dengan perubahan keadaan
kuantum. Jumlah energi yang diserap adalah
perbedaan antara energi-energi dari dua
keadaan kuantum. Ada beberapa tipe
kuantum, termasuk, misalnya, keadaan rotasi
dan fibrasi dari suatu molekul. Namun
pelepasan energi tampak pada mata manusia,
secara umum disebut sebagai cahaya tampak,
spin panjang gelombang kira-kira 380 nm
sampai 760 nm, bergantung pada individu,
dan foton dalam jangkauan ini biasanya
seiring dengan perubahan keadaan kuantum
pada atom atau orbital molekul. Persepsi
cahaya diatur oleh tiga jenis reseptor warna
pada mata, yang sensitif terhadap jangkauan
berbeda dari panjang gelombang dalam pita
spektrum tertentu yang terdapat
di dalam suatu cahaya sempurna (berwarna
putih). Identitas suatu warna ditentukan
panjang gelombang cahaya tersebut. Sebagai
contoh warna biru memiliki panjang gelombang
460 nanometer. Panjang gelombang warna
yang masih bisa ditangkap mata manusia atau
daerah tampak spektrum dari radiasi
elektromagnetik berkisar antara 380-780
nanometer. Radiasi yang tersebar secara
merata akan tampak sebagai cahaya putih dan
yang akan terurai dalam warna – warna
spektrum bias dengan adanya penyaringan oleh
prisma atau kisi – kisi pelontaran (difraction
grating) yang dipersepsikan sebagai sinar
cosmik/foton (lembayung, indigo, biru, hijau,
kuning, jingga, merah).
Warna merupakan hasil dari suatu perangkat
kompleks (dari) respon faali maupun psikologis
terhadap panjang gelombang tampak, yang
jatuh pada retina (selaput jala) mata.
Penginderaan warna ditimbulkan oleh pelbagai
proses fisis. Hitam dianggap sebagai
ketidakhadiran seluruh jenis gelombang warna.
Sementara putih dianggap sebagai representasi
kehadiran seluruh gelombang warna dengan
proporsi seimbang. Jika panjang gelombang
dengan rentang ( range) sempit jatuh pada
retina akan diamati warna – warna
individu.Hubungan antara warna yang terserap
dengan warna tampak dijelaskan secara rinci
oleh Mohler yang dapat disimpulkan bahwa
tiap – tiap warna terletak pada daerah panjang
gelombang yang sempit, dimana pasangan dari
warna terserap dan warna tampak panjang
gelombang yang sama atau disebut warna
pelengkap/ komplementer atau warna
pengurangan/ subtraksi.
Hubungan antara penyerapan cahaya dengan
panjang gelombang dikemukakan dengan
menggabungkan hukum Lambert dan Hukum
Beer yang didukung oleh aturan Kubelka-Munk.
Berkebalikan dengan teori warna, di dalam
teori pigmen sensasi putih dianggap sebagai
absennya seluruh pigmen.
Teori Brewster pertama kali dikemukakan pada
tahun 1831. Teori ini menyederhanakan warna-
warna yang ada di alam menjadi 4 kelompok
warna, yaitu warna primer, sekunder, tersier,
dan warna netral. Kelompok warna ini sering
disusun dalam lingkaran warna brewster.
Lingkaran warna brewster mampu menjelaskan
teori kontras warna (komplementer), split
komplementer, triad, dan tetrad.
Pada tahun 1876 Witt menyatakan bahwa
molekul zat warna merupakan gabungan dari
zat organik yang tidak jenuh, kromofor sebagai
pembawa warna dan auksokrom sebagai
pengikat antara warna dengan serat. Secara
lebih luas zat warna tersusun dari hidrokarbon
tak jenuh, Chromogen, Auxocrome dan zat
aditif ( migration, levelling, wetting agent, dsb) .
Zat organik tak jenuh umumnya berasal dari
senyawa aromatik dan derivatifnya (benzene,
toluene, xilena, naftalena, antrasena, dsb.),
Fenol dan derivatifnya (fenol, orto/meta/para
kresol, dsb.), senyawa mengandung nitrogen
(piridina, kinolina, korbazolum, dsb).
Chromogen adalah senyawa aromatik yang
berisi Chromopores (Yunani :chroma “warna ”;
phoros, “mengemban ”) yaitu gugus tak jenuh
yang dapat menjalani transisi p ® p dan n ® p
(teori eksitasi transisi elektron). Khromofor
merupakan zat pemberi warna yang berasal
daari radikal kimia, seperti ; Kelompok nitroso
: -NO, Kelompok nitro : -NO , Kelompok azo :
-N=N, Kelompok ethyline : >C=C<, Kelompok
carbonyl : >C=O, Kelompok carbon – nitrogen
: >C=NH dan –CH=N-, Kelompok belerang :
>C=S dan ->C-S-S-C<. Macam – macam zat
warna dapat diperoleh dari penggabungan
radikal kimia tersebut dengan senyawa kimia
lain. Sebagai contoh kuning jeruk (orange)
diperoleh dari radikal ethylene yang bergabung
dengan senyawa lain membentuk
Hydrokarbon dimethyl fulvene.
Auxochrome, (Yunani ; auxanein ,
“meningkatkan”) yaitu gugus yang tidak dapat
menjalani transisi p ® p tetapi dapat menjalani
transisi elektron n. Auksokrom
merupakan gugus yang dapat meningkatkan
daya kerja khromofor sehingga optimal dalam
pengikatan. Auksokrom terdiri dari golongan
kation yaitu –NH , -NH Me, – N Me seperti –
NMe Cl , golongan anion yaitu SO3H-, -OH,
-COOH, seperti –O ; -SO ,
dsb. Auxochrome juga merupakan radikal yang
memudahkan terjadinya pelarutan: -COOH atau
–SO H. dapat juga berupa kelompok
pembentuk garam: – NH atau –OH.
Kebanyakan zat organik berwarna adalah
hibrida resonansi dari dua struktur atau lebih.
Penggolongan zar warna dapat dikatagorikan
bermacam – macam menurut parameter yang
dijadikan rujukan, sebagai contoh
penggolongan zat warna berdasarkan cara
diperolehnya, yaitu:
· Zat warna alam
Zat warna yang berasal dari tumbuh –
tumbuhan, misalnya; Nila (indigo) : warna biru,
kulit batang jeruk : warna kuning, ketapang :
warna coklat kehitaman, dan sebagainya. Zat
warna dari binatang, misalnya; lendir kerang :
warna merah, caro : merah tua, dan
sebagainya. Zat warna dari mineral, misalnya;
Fe : warna coklat, Mn : warna merah, Cr :
warna hitam, dan sebagainya.
· Zat warna buatan
Suatu zat warna yang dibuat oleh manusia,
baik semi sintetik maupun full sintetik,
misalnya zat warna asam, basa, direct, naftol,
dan sebagainya.
Selain zat warna dapat digolongkan menurut
sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan
sintetik, Van Croft membaginya berdasarkan
pemakainnya, misalnya :
· Zat warna subtantif yaitu Warna yang
langsung dapat mewarnai serat.
· Zat warna reaktif yaitu warna yang
memerlukan obat bantu pokok supaya dapat
mewarnai serat.
Hennek membagi zat warna menjadi dua bagian
menurut warna yang ditimbulkannya yaitu :
· Zat warna monogenetik, apabila
memberikan hanya saru warna.
· Zat warna Poligenetik, apabila
memberikan beberapa jenis warna.
Tetapi penggolongan yang umum adalah
berdasrkan konstitusinya yaitu “Color
Index” volume 3, atau berdasarkan bentuk
kimia zat warna. Penggolongan lain yang
penting pula terutama bagi pencelupan adalah
pembagian menurut cara pemakaiannya.
Zat warna juga diperoleh dari senyawa
anorganik dan dari mineral alam. Zat warna
yang diperoleh dari senyawa anorganik dan
dari mineral alam sering disebut
dengan pigment (tahun 1935 mulai dikenal
pigmen yang mempunyai kromofor). Beberapa
contoh warna pigment yang berasal dari
senyawa anorganik dan mineral alam adalah
sebagai berikut : Warna putih : Titanium
dioksida, Seng oksida, Seng sulfit, Timbal
sulfide. Warna merah : Besi oksida, Kadmium
merah, Timbal merah, Toners & lak. Warna
hitam : Graphite, Carbon black, Lengas lampu,
Magnetite black. Warna biru : Ultramine,
Cobalt biru, Besi biru, Tembaga Pthalocyanine.
Warna kuning : Seng kromat, Ferit kuning,
Kadmium liyhopone, Ocher. Warna metalik :
Aluminium, Debu seng, Serbuk Tembaga.
Sedangkan pigmen dari senyawa organik
misalnya ftalosianina, monoazo, diazo,
antrakuinon, tioindigo, dan sebagainya.
Sumber : https://wawasanilmukimia.wordpress.com/2013/12/28/kimia-zat-warna/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar