KIMIA DALAM ISLAM
Kimia merupakan salah satu dari sekian banyak ilmu
pengetahuan yang muncul sejak munculnya pemikiran ilmuan secara ilmiah, Kimia (dari bahasa Arab: كيمياء,
atau kimiya = perubahan benda/zat atau bahasa Yunani:
χημεία, atau khemeia) adalah ilmu yang
mempelajari mengenai komposisi, struktur, dan sifat zat ataumateri dari
skala atom hingga molekul serta
perubahan atau transformasi serta interaksi mereka untuk membentuk materi yang
ditemukan sehari-hari. Kimia juga mempelajari pemahaman sifat dan
interaksi atom individu dengan tujuan untuk menerapkan pengetahuan tersebut
pada tingkat makroskopik. Menurut kimia modern, sifat fisik materi
umumnya ditentukan oleh struktur pada tingkat atom yang pada gilirannya
ditentukan oleh gaya
antaratom dan ikatan kimia.
Di dalam Al-Qur’an terdapat kandungan yang
merujuk pada fenomena-fenomena alamiah yang dapat dijumpai manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Ayat-ayat ini juga telah menarik perhatian manusia
secara tidak langsung untuk mempelajari berbagai elemen dan reaksi kimiawi yang
ada di dalamnya, di antaranya yaitu ayat-ayat yang berhubungan dengan
kejadian manusia, kejadian alam yang lain :
Unsur kimia di dalam madu petunjuk kepada
kekuasaan Allah merubah struktur, sifat dan kegunaan berbagai unsur.
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada
lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di
tempat-tempat yang dibikin manusia”, Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam)
buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang Telah dimudahkan (bagimu). dari
perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan.”[An-Nahl:68-69]
Atas dasar tersebut,
sebagian ilmuwan Muslim telah banyak berjasa dalam pengembangan IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam), khususnya ilmu kimia. Setelah menerjemahkan dan mempelajari
tulisan-tulisan tentang alkimia, baik dari Yunani
maupun dari Mesir, ahli kimia Muslim menyadari bahwa alkimia yang
dilakukan oleh orang-orang Yunani dan Mesir pada zaman purba itu bersifat
spekulatif bercampur mistik. Oleh karena itu para ahli kimia Muslim
menentangnya dan mereka melakukan eksperimen yang kemudian menghasilkan zat-
zat kimia baru yang dikenal antara lain sebagai: asam, basa, alkohol, dan garam.
Istilah alkali untuk basa berasal
dari kata Arab “al-kali” yang berarti abu tumbuhan, dan natrium hidroksida adalah basa penting yang telah dibuat oleh ilmuwan
Muslim. Eksperimen yang mereka lakukan meliputi antara lain destilasi,
sublimasi, kristalisasi, oksidasi, dan presipitasi. Mereka juga telah membuat
beberapa senyawa dalam jumlah besar, baik untuk keperluan ilmiah maupun
pengobatan. Senyawa mineral yang telah disintesis antara lain besi sulfat,
merkuri sulfida, merkuri oksida, tembaga sulfat, tembaga sulfida, natrium
bikarbonat, dan kalium sulfide.
Para ahli kimia Muslim juga telah mengenal
cara memperoleh tembaga murni, yaitu dengan jalan mengalirkan larutan tembaga
sulfat pada potongan-potongan besi. Ini adalah suatu penemuan dalam bidang
elektrokimia. Demikian pula penemuan tentang berkaratnya logam biasa bila kena
udara yang lembab adalah suatu penemuan yang penting pada masa itu. Selain
dalam ilmu kimia, mereka juga memberikan sumbangan dalam bidang teknologi
kimia. Mereka menyempurnakan pembuatan gelas dan memberikan warna-warna dengan
menggunakan oksida-oksida logam. Pembuatan baja untuk pedang yang dikenal di
seluruh dunia dilakukan oleh para pekerja Muslim di kota Damaskus dan di Spanyol.
Demikian pula mereka telah menyempurnakan teknologi pembuatan kertas pada abad
ke-9 M.
SUMBER
:
https://dianamaliaasri.wordpress.com/2013/04/09/kimia-dalam-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar