Istilah jatuh cinta sudah sangat
akrab dalam telinga semua orang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, jatuh
cinta diartikan sebagai menaruh perasaan cinta kepada seseorang. Namun apakah
anda tahu bagaimana proses jatuh cinta terjadi? Menurut beberapa ilmuwan, jatuh
cinta disebabkan oleh salah satu substansi kimia yang dihasilkan oleh tubuh.
Substansi kimia tersebut biasa dikenal dengan istilah feromon (Pheromone).
Pada awalnya feromon ditemukan pada
serangga yang berguna untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Tetapi
kenyataannya, feromon juga dihasilkan oleh kelenjar endokrin pada tubuh
manusia, seperti ketiak, mulut, hidung, telinga, dan kulit.
Feromon bersifat volatil (mudah
menguap), tidak dapat diukur, tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan.
Disamping itu, di dalam tubuh manusia feromon merupakan sinyal kimia yang
berada di udara dan tidak bisa dideteksi melalui bau-bauan melainkan bisa
dirasakan oleh vomeronasalorgan
(VNO), organ yang terletak di dalam hidung dan lebih peka dibandingkan indra
penciuman. Biasanya senyawa ini dihasilkan ketika kita sedang berkeringat.
Pada tubuh manusia, feromon bekerja
layaknya inisiator/ pemicu dalam reaksi kimia, dengan menimbulkan rasa
ketertarikan terhadap lawan jeniss. Proses awal biasanya terjadi ketika
melakukan kontak mata, maka feromon yang bersifat volatil dan tidak dapat
dilihat ini akan tercium oleh VNO yang terhubung melalui jaringan-jaringan
saraf dengan bagian otak (hipotalamus)
yang berfungsi mengatur emosi manusia.
Setelah
menerima rangsangan feromon melalui VNO tersebut, maka otak secara alamiah akan
memberikan respon balik sehingga mempengaruhi kondisi psikologis tubuh manusia,
seperti perubahan detak jantung, nafas tidak beraturan, suhu tubuh meningkat, dan
berkeringat. Konon katanya kemampuan tubuh untuk menghasilkan feromon berkurang
setelah 2-4 tahun, tetapi bukan berarti cinta hanya bersifat sementara.
Menurut beberapa penelitian di
London, produksi feromon oleh tubuh manusia akan sedikit demi sedikit berkurang
ketika wanita mengkonsumsi pil KB. Sementara prof. Chaterinne Dulac dari
Harvard mengatakan karena mutasi gen, kemampuan VNO yang bertugas menerima
rangsangan dari feromon tidak berkembang, sehingga tidak dapat menyampaikan
rangsangan tersebut kepada hipotalamus.
Ketika jatuh cinta, ada beberapa
hormon yang dilepaskan sehingga tubuh akan bereaksi merasakan berbagai perasaan
dan emosi. Salah satu hormon yang dilepaskan adalah Dopamine yang memiliki efek seperti kokaine yang dapat membuat kita ketagihan. Dopamine adalah hormon kesenangan yang
dilepaskan ketika kita berusaha mencapai suatu tujuan. Hormon ini juga
memotivasi kita untuk bekerja keras mencapai tujuan tersebut serta membuat kita
waspada dan fokus akan suatu hal.
Banyak
yang bilang ketika jatuh cinta wajah sang pujaan hati selalu terbayang, selalu
berkeinginan untuk segera bertemu, makan terasa tidak enak, tidur tidak nyenyak,
dan lain sebagainya. Ternyata itu bukanlah kata-kata lebay yang diungkapkan oleh
orang yang sedang jatuh cinta, penyebab dari perasaan itu semua adalah hormon Pheniletilamine. Selain itu ada juga
hormon Adrenaline yang sebagian
fungsinya sama dengan hormon Pheniletilamine
untuk mempercepat detak jantung. Efek yang ditimbulkan ketika hormon Adrenalin bekerja salah satunya adalah
menghilangkan nafsu makan, karena organ pencernaan bekerja lebih lambat.
Beberapa
efek lain yang ditimbulkan ketika orang jatuh cinta adalah selalu merasa
bahagia, bahkan tanpa disadari kadang senyum-senyum sendiri. Hal itu disebabkan
oleh hormon Endorphine yang bekerja
selayaknya morphine. Dr. Thomas
Leuwis, dalam bukunya yang bertajuk A General Theory of Love mengatakan “jatuh
cinta memang bukan merupakan fungsi otak, jatuh cinta lebih merupakan fungsi
saraf”. Jadi tidak heran kenapa orang yang jatuh cinta kerap melakukan hal-hal
bodoh, karena mereka mungkin “bekerja” tanpa menggunakan otak.
Ternyata
hal-hal yang biasa kita anggap berlebihan pada orang yang jatuh cinta dapat
dijelaskan oleh ilmu pengetahuan. Jatuh cinta merupakan fitrah dari Sang
pencipta yang dirasakan oleh semua manusia dan dapat dijelaskan oleh ilmu
pengetahuan secara logis.
Referensi:
Desideria, B. (2015, january 09). Hormon yang
Mempengaruhi Kebahagiaan.
Muqorroturrahmah, A. (2014, january 08). Reaksi Kimia
dalam Proses Jatuh Cinta. Retrieved from
mjeducation.com/reaksi-kimia-dalam-proses-jatuh-cinta/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar