Sabtu, 13 Februari 2016

Pengelolaan Limbah Radioaktif




Persepsi masyarakat umum ketika mendengar kata ”radioaktif” adalah bom nuklir Hiroshima-Nagasaki, kecelakaan reaktor Chernobyl, atau bahkan khayalan dalam film science fiction tentang pengaruh radiasi yang merubah manusia menjadi makhluk berbeda yang menyeramkan.  Fakta bom nuklir atau kecelakaan Chernobyl memang benar adanya, namun lebih dari itu Aplikasi Nuklir dan Radiasi bagi kesejahteraan umat manusia terus berkembang dan tidak pernah berhenti sejak lebih 1 abad lalu.  Sedangkan kata ”limbah” atau sampah di masyarakat Indonesia dicitrakan sebagai sesuatu yang berbau busuk, tidak enak dilihat, tak terkelola dan selalu menimbulkan masalah.
            Penggunaan zat radioaktif di negeri kita dimulai pada era akhir tahun 50an, yaitu pemanfaatan sumber radiasi untuk industri dan rumah sakit.  Pemanfaatan di industri antara lain untuk kendali ketebalan, kerapatan produk, menentukan tinggi permukaan cairan dalam suatu wadah terutup dan banyak lagi.  Pemanfaatan di Rumah Sakit antara lain untuk diagnosis dan radiotherapy.  Selain itu tentu saja laboratorium di BATAN juga memanfaatkan zat radioaktif dalam eksperimennya.  Sampai saat ini terdapat lebih dari 300 perusahaan atau institusi yang terdaftar sebagai pengguna zat radioaktif.  Pertanyaan kemudian adalah, akan dibawa kemana zat radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi?  Jawabanya adalah dikirim ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif dan mengalami proses yang dinamakan pengelolaan limbah radioaktif.
            Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, maka  tugas pengelolaan limbah radioaktif adalah tanggung jawab BATAN, dan dalam hal ini dilaksanakan oleh  Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR).  Jadi Pusat ini merupakan satu-satunya institusi di Indonesia yang wajib mengelola limbah radioaktif.
            PTLR berdiri sejak tahun 1988 berlokasi di kawasan PUSPIPTEK Serpong Tangerang sekitar 30 km dari Jakarta, dan telah mengelola limbah radioaktif dari kegiatan reaktor riset dan fasilitas serta  industri dan rumah sakit.  Limbah radioaktif yang berasal dari era sebelum 1988 tersimpan pula di pusat ini.  Karena sifat radioaktif yang tidak dapat dimusnahkan maka limbah radioaktif diproses dengan prinsip-prinsip: diisolasi radiasinya dari pekerja, masyarakat dan lingkungan, bila memungkinkan dikurangi volumenya (misalnya limbah cair dengan proses penguapan, limbah padat  dimampatkan) sehingga volume total limbah yang dikelola selama ini di PTLR relatif kecil, dan dipadatkan serta diwadahi untuk jangka waktu yang lama.  Selama 50 tahun pemanfaatan zat radioaktif di Indonesia, saat ini tersimpan sekitar 900 ton limbah di PTLR, bandingkan misalnya dengan sampah perkotaan DKI Jakarta 6000 ton perhari atau limbah industri konvensional yang dalam beberapa kasus mempunyai volume besar dan tidak dikelola.
            Bagaimana nasib akhir dari limbah radioaktif?  Salah satu prinsip utama pengelolaan limbah radioaktif adalah, limbah radioaktif tidak boleh menjadi beban bagi generasi mendatang atau undue burden for the next generation.  Sebagian besar limbah radioaktif yang tersimpan di PTLR mempunyai umur yang pendek sehingga diharapkan untuk waktu yang tidak terlalu lama menjadi bahan yang tidak radioaktif, hanya sebagian kecil saja mempunyai usia yang panjang dari puluhan sampai ribuan tahun.  Untuk limbah usia panjang ini, PTLR telah mengembangkan teknologi penyimpanan akhir, yaitu penyimpanan limbah di kedalaman tertentu di bawah tanah.  Teknologi penyimpanan akhir ini mirip dengan yang sudah diaplikasikan di banyak negara maju, dan terbukti aman sampai saat ini dan diperhitungkan tidak membahayakan generasi mendatang baik menggunakan model komputasi maupun analogi kejadian alam.


Sumber:
 Wisnubroto, D. S. Mengelola Limbah Radioaktif. From pusat teknologi limbah radioaktif badan tenaga nuklir nasional: http://www.batan.go.id/ptlr/11id/?q=content/mampukah-kita-mengelola-limbah-radioaktif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar